BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masaalah
Sejalan dengan
kemajuan teknologi dalam bidang ilmu kedokteran, di laboratorium telah
dikembangkan bermacam-macam alat pemeriksaan yang lebih canggih alat tersebut
dapat membantu penegakan diagnosis. Pemantauan perjalanan penyakit, serta
pemantauan hasil terapi dengan lebih baik dan teliti. (Hariono, 2006)
Hemoglobin (Hb)
adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media
transport karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat besi
yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah.
Saat ini pengukuran
kadar hemoglobin dalam darah sudah menggunakan mesin otomatis. Selain mengukur
hemoglobin mesin ini juga dapat mengukur berbagai macam komponen darah lain.
(www.blogdokter.net/2008)
Pemeriksaan
hemoglobin dalam darah mempunyai peranan yang penting dalam diagnosa suatu
penyakit, karena hemoglobin merupakan salah satu protein khusus yang ada dalam
sel darah merah dengan fungsi khusus yaitu mengangkut O2 ke jaringan dan mengembalikan
CO2 dari jaringan ke paru-paru. Kegunaan dari pemeriksaan hemoglobin ini adalah
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan pada pasien, misalnya
kekurangan hemoglobin yang biasa disebut anemia. Hemoglobin bisa saja berada
dalam keadaan terlarut langsung dalam plasma. Akan tetapi kemampuan hemoglobin
untuk mengikat oksigen tidak bekerja secara maksimum dan akan mempengaruhi pada
faktor lingkungan.
Hemoglobin yang
meningkat terjadi karena keadaan hemokonsentrasi akibat dehidrasi yang menurun
dipengaruhi oleh berbagai masalah klinis. Pemeriksaan hemoglobin dilakukan
pengukuran dengan metode cyanmethemoglobin. Sebelumnya eritrosit dilisiskan
kemudian heme dioksidasi menjadi cyanmethemoglobin dan diukur dengan fotometer
pada panjang gelombang 540 nm.
Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin
tidak selalu meningkat atau menurun bersamaan, sebagai contoh ; penurunan
jumlah sel darah merah disertai kadar hemoglobin yang sedikit meningkat atau
normal terjadi pada kasus anemia pernisiosa serta kadar sel darah merah yang
sedikit meningkat atau normal disertai dengan kadar hemoglobin yang menurun
terjadi pada anemia difisiensi zat besi (mikrositik). Pentingnya hemoglobin ini
menyebabkan pemeriksaan kadar hemoglobin memegang peranan penting dalam
diagnosa suatu penyakit seperti anemia.
Dengan mengabaikan
waktu pengukuran tersebut dikawatirkan bisa mendapatkan hasil yang tidak sesuai
dikarenakan proses pemeriksaan terlalu singkat mengakibatkan eritrositnya belum
dilisiskan maka hasil yang dikeluarkan oleh alat tersebut sangat tinggi. Sesuai
prosedur kerja Hb, setelah sampel diperoleh dilakukan pemeriksaan kadar
hemoglobin, kemudian diinkubasi selama 5 menit dan baca pada fotometer 5010,
hal ini diselenggarakan agar eritrosit dalam darah lisis terlebih dahulu kemudian
akan bereaksi dengan kalium cianida membentuk cyanmethemoglobin, namun sering
kita jumpai di laboratorium petugas sering mengabaikan masa inkubasi, misalnya
dalam pemeriksaan Hb, yang seharusnya masa inkubasi 5 menit menjadi berkurang
masa inkubasinya dan terkadang pula tampa diinkubasi sampel pemeriksaan Hb
langsung dibaca hingga mengeluarkan hasil yang tidak akurat. Hal ini tentunya
merugikan pasien dan sebagai seorang analis kesehatan dalam melakukan pekerjaan
dibidangnya harusnya melakukan suatu pemeriksaan harus sesuai dengan prosedur
kerja yang telah ditetapkan. Pada prosedur kerja menetapkan kadar hemoglobin
dibaca setelah inkubasi 5 menit.
Mengetahui
pentingnya kadar hemoglobin dalam darah terhadap pencegahan atau penanganan
terhadap suatu penyakit terutama yang berkaitan dengan darah. Berdasarkan hal
tersebut di atas peneliti tertarik untuk membuat suatu penelitian tentang
pemeriksaan hemoglobin menggunakan metode cyanmethemoglobin dengan perbandingan
waktu di inkubasi selam 2 menit dan 5 menit.
Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan
kadar hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode cyanmethenmoglobin?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan hasil
pemeriksaan kadar hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode
cyanmethemoglobin.
Tujuan khusus
Untuk menentukan perbedaan hasil
pemeriksaan kadar hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode
cyanmethemoglobin.
Manfaat Penelitian
Sebagai sumbangan ilmiah dan bahan
referensi untuk mahasiswa proram D-III Analis Kesehatan Makassar, terutama pada
bidang hematologi.
Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan
dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diterima selama proses
pembelajaran.
Hasil penelitian yang diperoleh nantinya
diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi calon peneliti
selanjutnya sebagai tambahan referensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan
Umum Tentang Darah.
Pengertian darah
Darah adalah
kendaraan atau medium untuk transportasi jarak jauh berbagai bahan antara sel
dan lingkungan eksternal atau antara sel itu sendiri. Warna merah darah
keadaannya tidak tetap bergantung pada banyaknya oksigen dan carbondiosida di
dalamnya. Darah yang banyak mengandung CO2 warnanya merah tua. Adanya O2 dalam
darah diambil melalui pernafasan, dan zat ini sangat berguna pada peristiwa
pembakaran atau metabolisme dalam tubuh. Visikositas atau kekuatan darah lebih
kental dari pada air yang mempunyai BJ 1,041 − 1,067, temperatur 38⁰C dan pH 7,37 – 7,45.
Karena darah sangat
penting maka harus terdapat mekanisme yang dapat memperkecil kemungkinan
kehilangan darah apabila terjadi kerusakan pembuluh darah, trombosit (keping
darah) penting dalam hemostasis perhentian pendarahan dari suatu pembuluh darah
yang cedera. Darah membentuk sekitar 8% berat tubuh total dan memiliki volume
rata-rata 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada laki-laki. (Sherwood L,2001)
Fungsi darah
Untuk memahami
fungsi darah hendaknya kita membandingkan keadaan makhluk bersel satu dan
bersel banyak. Pada makhluk bersel satu, baik prokariyot maupun eukariyot, segala
sesuatunya menyangkut kehidupan sel tersebut dikerjakan oleh sel itu sendiri.
Secara umum fungsi
darah adalah sebagai berikut :
Alat transport
makanan, yang diserap dari saluran cerna dan diedarkan keseluruh tubuh.
Alat transport O2,
yang diambil dari paru-paru atau insang untuk dibawa ke seluruh tubuh
Alat transport
bahan buangan dari jaringan kealat-alat ekskresi seperti paru-paru (gas),
ginjal, kulit (bahan terlarut dalam air) dan hati untuk diteruskan keempedu
dalam saluran cerna sebagai tinja (untuk bahan yang sukar larut dalam air).
Alat transport alat
jaringan dari bahan-bahan yang diperlukan oleh suatu jaringan yang dibuat oleh
jaringan lain.
Mempertimbangkan
keseimbangan dinamis dalam tubuh, mempertahankan suhu tubuh, mengatur
keseimbangan distribusi air dan mengatur keseimbangan asam-basa sehingga pH
darah dan cairan tubuh tetap dalam keadaan yang seharusnya.
Mempertahankan
tubuh dari agregasi benda atau senyawa asing umumnya selau dianggap mempunyai
potensi menimbulkan ancaman.
Dengan demikian secara
garis besar dapat dikatakan, bahwa fungsi darah adalah sebagai alat transport,
alat hemoestasis dan alat pertahanan. Ketiga fungsi tersebut dijalankan
berbagai bentuk cara. (Sadikin, 2001)
Tinjauan Umum
Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit berbentuk
cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 8,6µm. Bikonkavitas memungkinkan O2
keluar-masuk sel dengan cepat, dengan adanya jarak yang pendek antara membran
dan isi sel. (Gibson J, 2002)
Sel darah merah
tidak memiliki inti sel, mitokondria atau ribosom. Sel ini tidak dapat
melakukan mitosis, fosforilasi oksidasi sel, atau pembentukan protein. Sel
darah merah mengandung protein hemoglobin yang mengangkut sebagian besar O2
yang diambil dari paru-paru keseluruh tubuh. (Corwin, 2000)
Sel darah merah
biasa digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di
dalam sel.
Normositik : sel
yang ukurannya normal
Normokromik : sel
dengan jumlah hemoglobin yang normal
Mikrositik : sel
yang ukurannya terlalu kecil
Makrositik : sel
yang ukurannya besar
Di dalam eritrosit
matang hanya tersisa sedikit enzim yang tidak dapat diperbaharui, enzim-enzim
tersebut adalah ; enzim gikolitik dan karbonat anhidrase. Enzim gikolitik
penting untuk menghasilkan enzim yang dibutuhkan untuk mejalankan mekanisme
transportasi aktif yang hebat dalam pemeliharaan kosentrasi ion di dalam sel.
(Sherwood L, 2001)
Fungsi utama sel
darah merah adalah untuk mentransport hemoglobin, yang selanjutnya membawa O2
dari paru-paru kejaringan. Pada laki-laki normal jumlah rata-rata sel darah
merah permilimeter kubik = 5.200.000 dan wanita normal = 4.700.000 juga
sebaliknya ketinggian tempat hidup atau tempat tinggal mempengaruhi jumlah sel
darah merah. (Guyton, 1990)
Sel darah merah di
dalam tubuh dibuat dalam sum-sum tulang merah, limpa dan hati, yang kemudian
akan beredar di dalam tubuh selama 14 - 15 hari, setelah itu mati. (Syaifudin,
2006)
Tinjauan Umum
Tentang Hemoglobin
Definisi hemoglobin
Hemoglobin adalah
molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen
dari paru-paru keseluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari
jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin
membuat darah berwarna merah.
Saat ini pengukuran
kadar hemoglobin dalam darah sudah menggunakan mesin otomatis selain mengukur
hemoglobin mesin pengukur akan memecah hemoglobin menjadi sebuah larutan.
Hemoglobin dalam larutan ini kemudian dipisahkan zat lain dengan menggunakan
zat kimia bernama nilai sinar yang berhasil diserap oleh hemoglobin. (www.Blogdoter.net.
2008)
Hemoglobin adalah
metaloprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel darah merah
mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari : globin,
apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom
besi.
Fungsi hemoglobin
Fungsi hemoglobin
dalam darah adalah :
Mengatur pertukaran
oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan tubuh.
Mengambil oksigen
dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan tubuh untuk dipakai sebagai
bahan baku.
Membawa
carbondioksida dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk
dibuang.
Untuk mengetahui
apakah seseorang kekurangan darah atau tidak dapat diketahui dengan pengukuran
kadar Hb. Penurunan kadar Hb dari normal berarti kekurangan darah. Kekurangan
darah berarti anemia. Selain kekurangan Hb juga disertai dengan eritrosit yang
berkurang serta nilai hematokrit dibawah normal. (Kresno, 1988)
Jenis - jenis
hemoglobin (Hb)
Pada manusia telah
dikenal kurang dari 14 macam Hb yang dipelajari secara mendalam dengan bantuan
elektrokoresis. Hb diberi nama dengan simbol alfabeta misalnya ; Hb A, Hb C, Hb
D, Hb E, Hb F, Hb G, Hb I, Hb M, Hb S, dan sebagainya. (Joice, 2008)
Kadang-kadang Hb
diberi nama menurut kota tempat ditemukan jenis Hb atau orang yang
menemukannya, misalnya ; Hb New York, Hb Sydney, Hb Bart, Hb Gower, dan
lain-lain. Hb A (Adult Dewasa) mulai diproduksi pada usia 5 - 6 bulan kehidupan
intrauterine janin, pada usia 6 bulan postnatal kosentrasi Hb A 99%. Hb A
terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai β. Hb F (Foetus janin) mulai ditemukan
dalam darah pada minggu ke dua puluh usia kehamilan. Pada bayi Hb F dan sebelum
usia 2 tahun jumlah tinggal sedikit, diganti oleh Hb A. Karena sifatnya yang
resisten terhadap alkali, Hb F ini mudah dipisahkan dari Hb A. Hb F terdiri
dari 2 rantai α dan 2 rantai T.
Sintesis hemoglobin
Fungsi utama sel
darah merah adalah mengangkut O2 ke jaringan dan mengembalikan CO2 dari
jaringan ke paru-paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini, sel darah merah
mengandung protein khusus, yaitu hemoglobin dan setiap hemoglobin dewasa normal
(Hb A) terdiri atas empat rantai polipeptida α2 β2, masing-masing dengan gugus
haemnya sendiri. Berat molekul Hb A adalah 68.000 darah dewasa normal juga
berisi jumlah kecil dua hemoglobin lain, Hb F dan Hb A2 yang juga mengandung
rantai y dan rantai s masing-masing sebagai pengganti β. 65% hemoglobin
disintesis dalam eritroblas dan tiga puluh lima persen hemoglobin disintesis
pada stadium retikulosit. Sintesis haem, terjadi banyak dalam mitokondria oleh
sederet reaksi biokimia yang dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil.
Koenzim A dibawah aksi enzim kunci data-amino laevulinic acid (Ala) sintase
yang membatasi kecepatan. Pridoksal fosfat (Vitamin B) adalah koenzim untuk
reaksi ini yang diransang oleh eritro protein dan dihambat oleh hacm. Akhirnya
protoporfirin bergabung dengan besi untuk membentuk hacm yang masing-masing
molekulnya bergabung dengan rantai globin yang terbuat pada poliribosom.
Kemudian tetramer empat rantai globin dengan masing-masing gugus hacmnya
sendiri terbentuk dalam “kantong” untuk membangun molekul hemoglobin.
(Hoffbrand, 2005)
Struktur hemoglobin
Pada pusat molekul
terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porifin yang menahan satu atom
besi. Atom besi ini merupakan situs/lokal ikatan oksigen. Porifin yang
mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan
globin. Globin sebagai istilah generik untuk protein globural. Ada beberapa protein
mengandung heme, dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan paling banyak
dipelajari.
Pada manusia
dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri
dari masing-masing dua sub unit mirip secara struktural dan berukuran hampir
sama. Tiap sub unit memiliki berat molekul ± 16,000 Dalton, sehingga berat
molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Tiap sub unit
hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memilki
kapasitas empat molekul oksigen. (Hariono, 2006 )
![]() |
Gambar 1.1,
Struktur Hemoglobin
(Sumber :
Hoffbrand, 1995)
Tinjauan Umum
Tentang Pemeriksaan Hemoglobin
Penetapan kadar
hemoglobin ditentukan dengan bermacam-macam cara dan yang banyak dipakai di
laboratorium klinik ialah cara fotoelektrit dan kolorimetrik visual.
Cara sahli
Prinsip hemoglobin
diubah mejadi asam hematin, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara
visual dengan standar dalam alat itu. Cara Sahli banyak dipakai di Indonesia,
walau cara ini tidak tepat 100%, mengalami kurang darah atau darahnya masih
normal, pada pemeriksaan ini factor kesalahan kira-kira 10%, kelemahan cara ini
berdasarkan kenyataan bahwa asam hematin itu bukanlah merupakan larutan sejati
dan juga alat hemoglobimeter itu sukar distandarkan, selain itu tidak semua
macam hemoglobin dapat diubah hematin misalnya ; karboxyhemoglobin,
methemoglobin, sulfahemoglobin.
Cara
cyanmethemoglobin
Prinsipnya adalah
hemoglobin diubah menjadi cyanmethemoglobin dalam larutan drabkin yang berisi
kalium sianida dan kalium ferisianida. Absorbensi larutan diukur pada panjang
gelombang 540 nm. Larutan drabkin yang dipakai untuk mengubah hemoglobin,
oxyhemoglobin, methemoglobin, dan karboxymoglobin menjadi cyanmethemoglobin,
sedang sulfhemoglobin tidak berubah karena tidak diukur. Cara ini sangat bagus
untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin
dengan teliti karena standar cyanmethemoglobin yang ditanggungkan kadarnya
stabil dan dapat dibeli. Larutan drabkin teridri atas natrium bikarbonat 1
gram, kalium sianida 50 mg, kalium ferisianida 200 mg, aqudest 100 ml. (Dian
Rakyat, 2006)
Cara tallquist
Prinsipnya adalah
membandingkan darah asli dengan suatu skala warna yang bertingkat-tingkat mulai
dari warna merah muda sampai warna merah tua.
Cara ini hanya
mendapatkan kesan dari kadar hemoglobin saja, sebagai dasar diambil darah =
100% = 15,8 gr hemoglobin per 100 ml darah. Tallquist mempergunakan skala warna
dalam satu buku mulai dari merah muda 10% di tengah-tengah ada lowong dimana
darah dibandingkan dapat dilihat menjadi darah dibandingkan secara langsung
sehingga kesalahan dalam melakukan pemeriksaan antara 25-50%.
Cara sulfat
Cara ini dipakai
untuk menetapkan kadar hemoglobin dari donor yang diperlukan untuk transfuse
darah. Hasil dari metode ini adalah persen dari hemoglobin. Perlu diketahui
bahwa kadar hemoglobin cukup kira-kira 80% hemoglobin. Kadar minuman ini
ditentukan dengan setetes darah yang tenggelam dalam larutan kufrisulfat dengan
berat jenis. (Bakri S, 1989)
Kesalahan dalam
pemeriksaan Hb
Hemolisis darah.
Obat dapat
meningkatkan dan menurunkan kadar hemoglobin.
Mengambil darah
dari lengan yang terpasang cairan invus dapat mengencerkan sampel darah.
Membiarkan turniket
terpasang terlebih dahulu lebih dari satu menit akan menyebakan hemokosentrasi.
Tinggal di daratan
tinggi dapat menyebakan peningkatan kadar hemoglobin.
Penurunan asupan
cairan atau kehilangan cairan akan meningkatkan kadar Hb dan kelebihan asupan
cairan akan mengurangi kadar Hb. (Kee.L.j, 2007)
Faktor yang
mempengaruhi kadar hemoglobin
Hal-hal yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan hemoglobin, antara lain sebagai berikut :
Reagen
Reagen adalah bahan
pereaksi yang harus selalu baik kualitasnya mulai dari saat penerimaan, semua
reagen yang dibeli harus harus diperhatikan nomor lisensi kadaluarsanya,
keutuhan wadah atau botol atau cara transportasinya.
Metode
Laboratorium yang
baik adalah laboratorium yang mengikuti perkembangan metode pemeriksaan dengan
pertimbangan kemampuan laboratorium tersebut dan biaya pemeriksaannya. Petugas
laboratorium harus senantiasa bekerja dan mengacu pada metode yang digunakan.
Bahan pemeriksaan
Bahan pemeriksaan
meliputi ; cara pengambilan specimen, pengiriman specimen, penyimpanan
specimen, dan persiapan sampel.
Lingkungan
Dalam hal ini dapat
berupa ; keadaan ruang kerja, cahaya, suhu kamar, kebisingan, luas dan tata
ruang
Tenaga labratorium.
Dalam hal ini yang
diharapkan adalah petugas laboratorium harus mengusai alat dan teknik dibidang
laboratorium
Sampel
Kekeruhan dalam
suatu sampel darah dapat mengganggu dalam fotokolorimeter dan menghasilkan
absorbensi dan kadar Hb yang lebih tinggi dari yang sebenarnya. Kekeruhan
semacam ini dapat disbabkan antara lain oleh leukositosis, lipemia, dan adanya
globulin abnormal seperti pada macro iobulinemia. (Dian Rakyat, 2006)
Susunan darah
diambil untuk pemeriksaan bisa saja berubah salah satu tindakan waktu mengambil
darah itu. Sebagai seorang analis kesehatan sebelum melakuan suatu pemeriksaan
maka perlu memperhatikan kesalahan-selahan yang mungkin biasa terjadi seperti
disebut dibawah ini
Mengambil darah
dari tempat yang menyatakan adanya gangguan peredaran seperti pucat
Tusukan kurang
dalam sehingga darah harus diperas-peras keluar
Kulit yang diusuk
masih basah alcohol
Tetesan darah
pertama dipakai untuk pemeriksaan
Terjadi bekuan
dalam tetesan darah karena terlalu lambat bekerja
Sumber keselahan
dalam memperoleh darah
Menggunakan semprit
dan jarum yang basah
Mengenakan ikatan
pembendung terlalu lama atau terlalu keras
Terjadi bekuan
dalam semprit karena lambatnya bekerja
Terjadi bekuan
dalam botol oxalate karena tidak dicampur semestinya dengan oxalate kering atau
antikoagulan.
Tinjaun tentang
pemeriksaan hemoglobin
Ada beberapa metode
untuk mengukur hemoglobin dan kebanyakan dari mereka sekarang yang dilakukan
oleh mesin yang dirancang untuk melakukan beberapa tes darah. In these
machines, the red blood cells are broken down to get the hemoglobin into a
solution. Dalam mesin ini, sel-sel darah merah dipecah untuk mendapatkan
hemoglobin menjadi sebuah solusi. The free hemoglobin is exposed to some
specific chemicals that contain cyanide which binds tightly with the hemoglobin
molecule to form cyanmethemoglobin. Hemoglobin bebas terkena bahan kimia
tertentu yang mengandung sianida yang mengikat erat dengan molekul hemoglobin
untuk membentuk cyanmethemoglobin. By shining a light through the solution and
measuring how much light is absorbed, the amount of hemoglobin can be
determined. Dengan menyorotkan cahaya melalui solusi dan mengukur seberapa
banyak cahaya yang diserap, jumlah hemoglobin dapat ditentukan.
Terdapat
bermacam-macam cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering
dikerjakan dilaboratorim adalah yang berdasarkan kolorimetrik visual cara sahli
dan fotoelektrik cyanmethemoglobin.
Cara
cyanmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan ntuk penetapan kadar hemoglobin
di laboratorium karena larutan standar cyanmethemoglobin sifatnya stabil, mudah
diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur kecuali
sulfhemoglobin. Pada cara ini ketlitian yang dapat dicapai ± 2%.
Berhubung
ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian hasil sebaiknya
diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung
dari umur dan jenis kelamin.
Pada bayi baru
lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu berkisar
antara 13,6 -- 19,6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3
tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 -- 12,5 g/dl. Setelah itu secara
bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada
dewasa yaitu berkisar antara 11,5 -- 14,8 g/dl. Pada pria dewasa kadar
hemoglobin berkisar antara 13 -- 16 g/dl sedangkan pada wanita dewasa antara 12
- 14 g/dl.
Tinjaun umum
tentang fotometer 5010
Fotometer 5010
adalah salah satu jenis spektrofotometer yang merupakan suatu instrument untuk
transmilitan atau absorbans dari suatu contoh fungsi panjang gelombang.
Prinsipnya dari spektrofotometer adalah banyak zat yang menyerap cahaya dalam
wilayah spectrum yang dapat dilihat atau spectrum ultra violet.
Sumber cahaya
Sumber cahaya
termasuk radiasi optic yang ideal untuk pengukuran serapan harus menghasilkan
spectrum kotinyu dengan intensitas seragam pada keseleruhan kisaran panjang.
Gelombang yang sedang dipelajari. Sumber cahaya dapat berupa lampu halogen
deuterium.
Monokromator
Dalam spektrofotometer radiasi
polikromatik, merupakan serangkaian alat opticyang menguraikan radiasi
polikromatik yang menjadi jalur-jalur yang efektif dan panjang gelombang
tunggal. Ada 2 macam gelombang monokromator yang di kenal berdasarkan jenis
penyerapan yaitu yang berdasarkan efek penyerapan atau transmisi menggunakan
filter dan yang berdasarkan efek peguraian atau disperse cahaya menggunakan
prisma dan gratng.
Kuvet
larutan di letakkan dalam sel atau kuvet.
Untuk datetra variabel digunakan gelas biasa atau quarts. Kuvet untuk larutan
mempunyai panjang sekitar 10 cm. sebelum kuvet dipakai harus di bersihkan
dengan air suling atau dicuci dengan larutan asam koromat.
Detector
Detector penyerap tenaga foton yang
mengenai cuplikan dan mengubah tenaga tersebut untuk di ukur secara kuantitatif
seperti sebagai arus listrik atau perubahan-perubahan panas. Kebanyakan
detector menghasilkaan sinyal lisrik yang dapat mengaktifkan meter atau
pencatat.
Pada pengukuran hemoglobin metode
cyanmethemoglobin digunakan photometer 5010 5V+ type semi-automatik dengan
sumber cahayanya adalah lampu hologen, daerah panjang gelombang yang dapat
terukur 340 nm – 800 nm, monokromatornya adalah filter, system kuvat adalah
single-baem, volume sampel dapat diukur minimum 250 µl.
Cara kerja kalibrasi
Ketepatan pengukuran absorban
Ketepatan panjang gelombang
Dengan warna sinar
Dengan lampu deuterium
Dengan filter didinium atau holmium okside
Dengan standar filter bersertifkat
Lineritas alat pemeriksaan dilakukan dengan
Larutan kalium bikromat
Larutan colbat ammonium sulfat untuk daerah
panjang gelombang lebih dari 400 nm
Filtrate standar bersertifikat yang telah
diketehui persen T pada panjang gelombang tertentu
Stray light (Kalibrasi dilakukan dengan
beberapa cara)
Larutan sodium iodide
Gelas coming victor
Standar filter bersertifikat
Kerangka Pikir
Heme merupakan senyawa non protein yang
tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama profin yang sebagai pusatnya
ditempati oleh logam besi, jadi heme adalah suatu profin besi. Sedangkan globin
adalah suatu senyawa protein yang menentukan afinitas antara atom besi heme
dengan oksigen, kemudian dari heme dan globin tersusun membentuk hemoglobin.
Kadar hemoglobin tidak selalu normal, pada kasus kadar hemoglobin yang tinggi
abnormal terjadi karena hemokosentrasi akibat dehidrasi (kehilangan cairan) dan
kadar hemoglobin yang rendah berkaitan dengan masalah klinis. Adanya masalah
yang terjadi pada kadar hemoglobin maka dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin
itu sendiri dengan menggunakan metode yang dianggap paling akurat. Dalam hal
ini digunakan metode cyanmethemoglobin.
Hipotesa
Ho : Tidak ada perbedaan yang bermakna dari
hasil pemeriksaan hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode
cyanmethemoglobin.
Ha : Ada perbedaan yang bermakna dari hasil
pemeriksaan hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode cyanmethemoglobin.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis Peniltian
Penelitian ini merupakan
penelitian observasi laboratorium untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan
kadar hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode cyanmethemoglobin.
Alur Penelitian
Populasi Dan Sampel
Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien yang melakukan pemeriksaan darah rutin di Rumah
Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kab. Gowa.
Sampel
Sampel dalam
penelitian ini adalah pasien yang melakukan pemeriksaan Hb di Rumah Sakit Umum
Daerah Syekh Yusuf Kab. Gowa sebanyak 15 orang aksidental sampling.
Variable Penelitian
Variabel bebas
Pemeriksaan kadar
hemoglobin metode cyanmethemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit.
Variabel terikat
Hasil pemeriksaan
kadar hemoglobin metode cyanmethemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit.
Waktu dan Lokasi
Penelitian
Waktu penelitian
Waktu penelitian
dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2010.
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian
dilaksanakan di laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kab.Gowa.
Definisi
Operasional
Inkubasi 2 menit
adalah darah dicampur dengan reagen kemudian didiamkan 2 menit lalu dibaca
dengan fotometer.
Inkubasi 5 menit
adalah darah dicampur dengan reagen kemudian didiamkan 5 menit lalu dibaca
dengan fotometer.
Hemoglobin adalah
zat yang berwarna merah pada sel darah merah yang membawa oksigen ke jaringan
tubuh.
Darah adalah suatu
cairan tubuh yang kental dan berwarna merah
Metode
cyanmethemoglobin adalah suatu metode pemeriksaan kadar hemoglobin dengan
menambahkan ion sianida untuk menghasilkan produksi mencapai keadaan serupa.
Fotometer yang
digunakan adalah fotometer 5010
Pengumpulan Data
Pada pemeriksaan
kadar hemoglobin diperlukan ketelitaian dalam pemeriksaan, oleh karena itu
diperlulkan data yang akurat, dan data tersebut meliputi :
Metode
Cyanmethemoglobin
Prinsip
Hemoglobin yang
dilepaskan akibat lisis eritrosis akan bereaksi dengan kalium sianida membentuk
campuran cyamethemoglobin kromogenik yang kemudian diukur dengan fotometer
5010.
Alat
Fotometer 5010,
tabung reaksi, spoit, rak tabung, penutup tabung.
Bahan
Sampel darah,
aquades, EDTA, kapas alcohol 70%, larutan drabkin.
Cara pemeriksaan
hemoglobin inkubasi 2 menit
Kedalam tabung
reaksi dimasukkan 5,0 ml larutan drabkin.
Dengan pipet
hemoglobin diambil 20 µl darah (vena) sebelah luar ujung pipet dibersihkan,
lalu darah itu dimasukkan kedalam tabung reaksi dengan membilasnya beberapa
kali.
Campur isi tabung
dengan cara membalikkannya beberapa kali. Tindakan ini juga akan
menyelenggarakan perubahan hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin.
Bacalah dalam
fotometer 5010 pada panjang gelombang 540 nm, sebagai blanko digunakan larutan
drabkin.
Kadar hemoglobin
ditentukan dari perbandingan absorbansinya dengan absorbansi standar
cyanmethemoglobin.
Batas Normal Kadar
Hemoglobin (www.blogdokter.net/2008)
Bayi baru lahir :
17-22 g/dl
Umur 1 minggu : 15-20
g/dl
Umur 1 bulan :
11-15 g/dl
Anak anak : 11-13
g/dl
Lelaki dewasa :
14-18 g/dl
Perempuan dewasa :
12-16 g/dl
Lelaki tua :
12.4-14.9 g/dl
Perempuan tua :
11.7-13.8 g/dl
Pembahasan
Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa oksigen. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin tidak selalu meningkat atau menurun bersamaan, sebagai contoh ; penurunan jumlah sel darah merah disertai kadar hemoglobin yang sedikit meningkat atau normal terjadi pada kasus anemia pernisiosa serta kadar sel darah merah yang sedikit meningkat atau normal disertai dengan kadar hemoglobin yang menurun terjadi pada anemia difisiensi zat besi (mikrositik). (Joyce, 2008).
Pemeriksaan kadar hemoglobin sangat penting dilakukan dalam menegakan diagnosa dari suatu penyakit, sebab jumlah kadar hemoglobin dalam setiap sel darah akan menentukan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh.
Pemeriksaan hemoglobin terdiri atas beberapa metode ; Metode Sahli. Metode Kuprisulfat, Metode Tallsquit, dan Metode Cyanmethemoglobin,, dari keempat macam metode di atas yang paling populer atau banyak digunakan adalah metode cyanmethemoglobin, karena praktis atau mudah dikerjakan serta ketelitiannya lebih baik dai pada tiga metode diatas.
Dengan mengabaikan masa inkubasi dikawatirkan bisa mendapatkan hasil yang tidak sesuai dikarenakan proses pemeriksaan terlalu singkat mengakibatkan eritrositnya belum dilisiskan maka hasil yang dikeluarkan oleh alat tersebut sangat tinggi. Sesuai prosedur kerja Hb, setelah sampel dicampur dengan reagen drabskin, kemudian diinkubasi selama 5 menit dan baca pada fotometer 5010, hal ini diselenggarakan agar eritrosit dalam darah lisis terlebih dahulu kemudian akan bereaksi dengan kalium cianida membentuk cyanmethemoglobin, namun sering kita jumpai di laboratorium petugas sering mengabaikan masa inkubasi, misalnya dalam pemeriksaan Hb yang seharusnya masa inkubasi 5 menit terkadang tampa diinkubasi sampel pemeriksaan Hb langsung dibaca hingga mengeluarkan hasil yang tidak akurat.
Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 9 Juni 2010 perbandingan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit , terdapat perbedaan namun perbedaan tersebut tidaklah bermakna, dikarenakan nilai perbedaan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin 2 menit dan 5 menit hanya mencapai 0 – 0,3 g/dl, namun setelah dilakukan uji statistic dipatkan hasil perbedaan tidak bermakna pada perbadingan pemeriksaan kadar hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode cyanmethemoglobin. Hal ini tentunya tidak sesuai teori yang telah ada sebelumnya, ini terjadi dikarena pengaruh jumlah sampel yang diteliti oleh peneliti tidak sebayak dengan jumlah sampel yang telah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Maka pemeriksaan kadar hemoglobin metode cyanmethemoglobin dianjurkan harus diinkubasi 5 menit sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Sumber kesalahan yang mungkin terjadi dalam hasil pemeriksaan kadar hemoglobin metode cyanmethemoglobin adalah satatis vena pada waktu pengambilan darah menyebabkan kadar hemoglobin tinggi dari seharusnya, sebaliknya kontaminasi cairan jaringan menyebabkan kadar hemoglobin rendah dari seharusnya, begitu juga dengan pemakaian antikoagulan yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin, terjadi bekuan darah, darah yang lipemik dapat menyebabkan kadar hemoglobin tinggi dari pada seharusnya, adanya leukositas berat menyebabkan kadar hemoglobin tinggi dari pada seharusnya, penggunaan reagen yang sudah tidak baik atau kadaluarsa, volume pemipetan yang kurang tepat, darah kurang atau lebih dari 20 µl maupun saat pemipetan reagen drabskin kurang atau lebih dari 5,0 ml, masa inkubasi yang berkurang menyebabkan eritrosit belum lisis hingga tidak bereaksi sempurana dengan kalium sianida menyebabkan kadar hemoglobin tinggi dari pada seharusnya, penggunaan fotometer 5010 yang kurang baik misalnya panjang gelombang yang tidak tepat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan hasil kadar hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode cyanmethemoglobin pada pasien di RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa, maka disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna dimana t hitung (1,95618) < t tabel (2,145) pada batas kepercayaan 95% (α = 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan hasil kadar hemoglobin inkubasi 2 menit dan 5 menit metode cyanmethemoglobin pada pasien di RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa, maka disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna dimana t hitung (1,95618) < t tabel (2,145) pada batas kepercayaan 95% (α = 0,05).
Saran
Disarankan pemeriksaan kadar hemoglobin inkubasi 2 menit metode cyanmethemoglobin bisa digunakan jika hasil pemeriksaan harus segera dikeluarkan dan jika tidak terburu-buru baiknya diinkubasi sampai 5 menit untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Disarankan pemeriksaan kadar hemoglobin inkubasi 2 menit metode cyanmethemoglobin bisa digunakan jika hasil pemeriksaan harus segera dikeluarkan dan jika tidak terburu-buru baiknya diinkubasi sampai 5 menit untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2008. Petunjuk kerja Laboratorium
RSUD Gowa
Anonym. 2000. “ Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana “ esdisi 2 FKIU Jakarta.
Corwin. 2000. Berorientasi Pada kasus Klinik. Penerjemah H. K Nutojo dalam catatan Kuliah Hematologi . Jakarta ECG.
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Gibson J. 2002. Fisiologi Dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hardjoeno H. 2003. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Dianognostik. Hasanuddin Universitas Press. Makassar.
Kee L. J. 1997.Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis Dengan Implikasi Keperawatan. EGC, Jakarta.
Kee L. J. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diognostik. Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Poter & Perry. 2005. Patofisiologi Konsep Klikniks Proses-proses Penyakit, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sadikin, Mohammad.H, 2001, Biokimia Darah, Penerbit Widya Midika, Jakarta
Sherwood L, 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suriadi, 2003, Metode Hematologi, dalam Tinjauan Klinik Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Jakarta, Penerbti Buku Kedokteran, EGC edisi 11. Hal :21
Syaifudin, 2006, Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kewdsokteran EGC, Jakarta
www.blogdokter.net/2008/06/130/hemoglobin/diakses pada tanggal 19/01/2010.
www.hemoglobin-wikipedia-bahasa-indonesia,com/diakses pada tanggal 19/01/2010.
www.laboratorium kesehatan :antikoagulan.com/diakses pada tanggal 19/01/2010.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/082001/her-1.htm, Hariono/diakses pada tanggal 01/04/2009.
Anonym. 2000. “ Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana “ esdisi 2 FKIU Jakarta.
Corwin. 2000. Berorientasi Pada kasus Klinik. Penerjemah H. K Nutojo dalam catatan Kuliah Hematologi . Jakarta ECG.
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Gibson J. 2002. Fisiologi Dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hardjoeno H. 2003. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Dianognostik. Hasanuddin Universitas Press. Makassar.
Kee L. J. 1997.Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis Dengan Implikasi Keperawatan. EGC, Jakarta.
Kee L. J. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diognostik. Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Poter & Perry. 2005. Patofisiologi Konsep Klikniks Proses-proses Penyakit, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sadikin, Mohammad.H, 2001, Biokimia Darah, Penerbit Widya Midika, Jakarta
Sherwood L, 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suriadi, 2003, Metode Hematologi, dalam Tinjauan Klinik Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Jakarta, Penerbti Buku Kedokteran, EGC edisi 11. Hal :21
Syaifudin, 2006, Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kewdsokteran EGC, Jakarta
www.blogdokter.net/2008/06/130/hemoglobin/diakses pada tanggal 19/01/2010.
www.hemoglobin-wikipedia-bahasa-indonesia,com/diakses pada tanggal 19/01/2010.
www.laboratorium kesehatan :antikoagulan.com/diakses pada tanggal 19/01/2010.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/082001/her-1.htm, Hariono/diakses pada tanggal 01/04/2009.
PEMERIKSAAN URINE TERHADAP PROTEIN
&
PEMERIKSAAN URINE TERHADAP GLUKOSA
DI SUSUN
OLEH :
Maulina (0801027)
Kelompok II A (Ganjil)
Tanggal praktikum: 11 April 2012
Dosen: Dra. Sylvia Hasti, M.Farm., Apt
Asisten : 1. Mela Afryyanna
2. Yelvi Rahmi
PEMERIKSAAN URINE TERHADAP PROTEIN
TUJUAN
1. Untuk menentukan adanya protein dalam urine
2. Untuk menentukan adanya indikasi kelainan-kelainan pada fungsi renal
PRINSIP
Pemeriksaan berdasarkan pengendapan protein yang terjadi dalam suasana asam, karena hasil pemeriksaan dinilai dari kekeruhan, maka urine harus jernih.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Urine :
Urine atau air seni atau air kencing merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Urine normal biasanya berwarna kuning, berbau khas jika didiamkan berbau ammoniak, pH berkisar 4,8 – 7,5 dan biasanya 6 atau 7. Berat jenis urine 1,002 – 1,035. Volume normal perhari 900 – 1400 ml.
Penyaringan darah pada ginjal lalu terjadilah urine. Darah masuk ginjal melalui pembuluh nadi ginjal. Ketika berada di dalam membrane glomenulus, zat-zat yang terdapat dalam darah (air, gula, asam amino dan urea) merembes keluar dari pembuluh darah kemudian masuk kedalam simpai/kapsul bowman dan menjadi urine primer. Proses ini disebut filtrasi. Urine primer dari kapsul bowman mengalir melalui saluran-saluran halus (tubulus kontortokus proksimal). Di saluran-saluran ini zat-zat yang masih berguna, misalnya gula, akan diserap kembali oleh darah melalui pembuluh darah yang mengelilingi saluran tersebut sehingga terbentuk urine sekunder. Proses ini disebut reabsorpsi.
Urine sekunder yang terbentuk kemudian masuk tubulus kotortokus distal dan mengalami penambahan zat sisa metabolism maupun zat yang tidak mampu disimpan dan akhirnya terbentuklah urnine sesungguhnya yang dialirkan ke kandung kemih melalui ureter. Proses ini disebut augmentasi. Apabila kandung kemih telah penuh dengan urine, tekanan urine pada dinding kandung kamih akan menimbulkan rasa ingin buang air kecil atau kencing.
Banyaknya urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang normal sekitar 5 liter setiap hari. Faktor yang mempengaruhi pengeluaran urine dari dalam tubuh tergantung dari banyaknya ar yang diminum dan keadaan suhu apabila suhu udara dingin, pembentukan urine meningkat sedangkan jika suhu panas, pembentukan urine sedikit.
Pada saat minum banyak air, kelebihan air akan dibuang melalui ginjal. Oleh karena itu jika banyak minum akan banyak mengeluarkan urine. Warna urine setiap orang berbeda-beda. Warna urine biasanya dipengaruhi oleh jenis makanan yang dimakan, jenis kegiatan atau dapat pula disebabkan oleh penyakit. Namun biasanya warna urine normal berkisar dari warna bening sampai warna kuning pucat.
• Air ( seperti urea )
• Garam terlarut
• Materi organic
Secara kimiawi kandungan zat dalam urine diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badanketon zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur dsb)
• PROTEINURIA
Proteinuria yaitu urin manusia yang terdapat protein yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2.Dalam keadaan normal, protein didalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional.
Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat menjadi gejala awal dan mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal yang serius.Walaupun penyakit ginjal yang penting jarang tanpa adanya proteinuria, kebanyakan kasus proteinuria biasanya bersifat sementara, tidak penting atau merupakan penyakit ginjal yang tidak progresif.Lagipula protein dikeluarkan urin dalam jumlah yang bervariasi sedikit dan secara langsung bertanggung jawab untuk metabolisme yang serius.adanya protein di dalam urin sangatlah penting, dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan adanya penyebab/penyakit dasarnya.Adapun proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring rutin pada orang sehat sekitar 3,5%.Jadi proteinuria tidak selalu merupakan manifestasi kelainan ginjal.
Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya diatas 200mg/hari.pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda.Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit diatas nilai normal.Dikatakan proteinuria massif bila terdapat protein di urin melebihi 3500 mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri atas albumin.
Dalam keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang cukup besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui nefron setiap hari, hanya sedikit yang muncul didalam urin.Ini disebabkan 2 faktor utama yang berperan yaitu:
1.Filtrasi glomerulus
2.Reabsorbsi protein tubulus
- Patofisiologi Proteinuria
Proteinuria dapat meningkatkan melalui salah satu cara dari ke-4 jalan yaitu:
1.Perubahan permeabilitas glumerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama abumin.
2.Kegagalan tubulus mereabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi.
3.Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal,Low Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.
4.Sekresi yang meningkat dari mekuloprotein uroepitel dan sekresi IgA dalam respon untuk inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada
urin tergantung mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya
protein.Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus tetapi
tidak memasuki urin.Muatan dan selektivitas dinding glomerulus mencegah
transportasi albumin, globulin dan protein dengan berat molekul besar lainnya
untuk menembus dinding glomerulus.Jika sawar ini rusak, terdapat kebocoran
protein plasma ke dalam urin (proteinuria glomerulus).Protein yang lebih kecil
(100 kDal) sementara foot processes dari epitel/podosit akan memungkinkan
lewatnya air dan zat terlarut kecil untuk transpor melalui saluran yang
sempit.Saluran ini ditutupi oleh anion glikoprotein yang kaya akan glutamat,aspartat,
dan asam silat yang bermuatan negatif pada pH fisiologis.Muatan negatif akan
menghalangi transpor molekul anion seperti albumin.
Mekanisme lain dari timbulnya proteinuria ketika produksi berlebihan dari proteinuria abnormal yang melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.Ini biasanya sering dijumpai pada diskrasia sel plasma (mieloma multipel dan limfoma) yang dihubungkan dengan produksi monoklonal imunoglobulin rantai pendek.Rantai pendek ini dihasilkan dari kelainan yang disaring oleh glomerulus dan di reabsorbsi kapasitasnya pada tubulus proksimal.Bila ekskersi protein urin total melebihi 3,5 gram sehari, sering dihubungkan dengan hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (sindrom nefrotik).
Proteinuria sebenarnya tidaklah selalu menunjukkan kelainan/penyakit ginjal.Beberapa keadaan fisiologis pada individu sehat dapat menyebabkan proteinuria.Pada keadaan fisiologis sering ditemukan proteinuria ringan yang jumlahnya kurang dari 200 mg/hari dan bersifat sementara.Misalnya, pada keadaaan demam tinggi, gagal jantung, latihan fisik yang kuat terutama lari maraton dapat mencapai lebih dari 1 gram/hari, pasien hematuria yang ditemukan proteinuria masif, yang sebabnya bukan karena kebocoran protein dari glomerulus tetapi karena banyaknya protein dari eritrosit yang pecah dalam urin akibat hematuri tersebut (positif palsu proteinuria masif).
Sebaliknya, tidak semua penyakit ginjal menunjukkan proteinuria, misalnya pada penyakit ginjal polikistik, penyakit ginjla obstruksi, penyakit ginjal akibat obat-obatan analgestik dan kelainan kongenital kista, sering tidak ditemukan proteinuria.Walaupun demikian proteinuria adalah manifestasi besar penyakit ginjal dan merupakan indikator perburukan fungsi ginjal.Baik pada penyakit ginjal diabetes maupun pada penyakit ginjal non diabetes.
Kita mengenal 3 macam proteinuria yang patologis: Proteinuria yang berat, sering kali disebut masif, terutama pada keadaan nefrotik, yaitu protein didalam urin yang mengnadung lebih dari 3 gram/24 jam pada dewasa atau 40 mg/m2/jam pada anak-anak, biasanya berhubungan secara bermakna dengan lesi/kebocoran glomerulus.Sering pula dikatakan bila protein di dalam urin melebihi 3,5 gram/24 jam.
Penyebab proteinuria masif sangat banyak, yang
pasti keadaan diabetes melitus yang cukup lama dengan retinopati dan penyakit
glomerulus.Terdapat 3 jenis proteinuria patologis:
1.Proteinuria glomerulus, misalnya: mikroalbuminuria, proteinuria klinis.
2.Proteinuria tubular
3.Overflow proteinuria
1. Proteinuria Glomerulus
Bentuk proteinuria ini tampak pada hampir semua penyakit ginjal dimana albumin adalah jenis protein yang paling dominan pada urin sedangkan sisanya protein dengan berat molekul rendah ditemukan hanya sejumlah kecil saja.
Dua faktor utama yang menyebabkan filtrasi glomerulus protein plasma meningkat: 1). Ketika barier filtrasi diubah oleh penyakit yang dipengaruhi glomerulus, protein plasma, terutama albumin, mengalami kebocoran pada filtrat glomerulus pada sejumlah kapasitas tubulus yang berlebihan yang menyebabkan proteinuria. Pada penyakit glomerulus dikenal penyakit perubahan minimal, albuminuria disebabkan kegagalan selularitas yang berubah. 2). Faktor-faktor hemodinamik menyebabkan proteinuria glomerulus oleh tekanan difus yang meningkat tanpa perubahan apapun pada permeabilitas intrinsik dinding kapiler glomerulus.
Proteinuria ini terjadi akibat kebocoran glomerulus yang behubungan dengan kenaikan permeabilitas membran basal glomerulus terhadap protein.
a. Mikroalbuminuria
Pada keadaan normal albumin urin tidak melebihi 30mg/hari. Bila albumin di urin 30-300mg/hari atau 30-350 mg/hari disebut mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria merupakan marker untuk proteinuria klinis yang disertai dengan penurunan faal ginjal LFG (laju filtrasi glomerulus) dan penyakit kardiovaskular sistemik. Pada pasien diabetes mellitus tipe I dan II, kontrol ketat gula darah, tekanan darah dan mikroalbuminuria sangat penting.
Hipotesis mengapa mikroalbuminuria dihubungkan dengan risiko penyakit kardiovaskular adalah karena disfungsi endotel yang luas. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan peranan kegagalan sintesis nitrit oksid pada sel endotel yang berhubungan antara mikroalbuminuria dengan risiko penyakit kardiovaskular.
b. Proteinuria Klinis
Pemeriksaan ditentukan dengan pemeriksaan semi kuantitatif misalnya dengan uji Esbach dan Biuret. Proteinuria klinis dapat ditemukan antara 1-5 g/hari.
Jenis proteinuria ini mempunyai berat molekul yang rendah antara 100-150 mg/hari, terdiri atas β-2 mikroglobulin dengan berat molekul 14000 dalton. Penyakit yang biasanya menimbulkan proteinuria tubular adalah: renal tubular acidosis (RTA), sarkoidosis, sindrom Faankoni, pielonefritis kronik dan akibat cangkok ginjal.
Diskrasia sel plasma (pada mieloma multipel) berhubungan dengan sejumlah besar ekskresi rantai pendek/protein berat molekul rendah (kurang dari 4000 dalton) berupa Light Chain Imunoglobulin, yang tidak dapat di deteksi dengan pemeriksaan dipstik/ yang umumnya mendeteksi albumin/ pemeriksaan rutin biasa , tetapi harus pemeriksaan khusus. Protein jenis ini disebut protein Bence Jonespenyakit lain yang dapat menimbulkan protein Bence Jones adalah amiloidosis dan makroglobulinemia.
Adalah sejumlah protein yang ditemukan dalam urin tanpa gejala pada pasien sehat yang tidak mengalami gangguan fungsi ginjal atau penyakit sistemik.proteinuria ini hampir ditemukan secara kebetulan dapat menetap/persisten, dapat pula hanya sementara, yang mungkin saja timbul karena posisi lordotik tubuh pasien. Proteinuria terisolasi dibagi dalam 2 kategori: 1) jinak dan 2) yang lebih serius lagi adalah yang mungkin tidak ortostatik dan timbul secara persisten.
a. Proteinuria Isolasi Jinak
1. Proteinuria fungsional
Ini adalah bentuk umum proteinuria yang sering terlihat pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena berbagai penyakit. Proteinuria tersebut adalah jenis glomerulus yang diyakini disebabkan oleh perubahan hemodinamik ginjal yang meningkatkan filtrasi glomerulus protein plasma.
Merupakan kategori proteinuria yang umum pada anak-anak dan dewasa muda, yang ditandai dengan proteinuria yang timbul selama pemeriksaan urin rutin orang sehat tetapi hilang kembali setelah pemeriksaan urin dilakukan kembali.
Terdapat pada lebih dari separuh contoh urin pasien yang tidak mempunyai bukti penyebab proteinuria. Prognosis pada kebanyakan pasien adalah baik dan proteinuria kadang-kadang menghilang setelah beberapa tahun.
Pada semua pasien dengan ekskresi protein massif, proteinuria meningkat pada posisi tegak dibandingkan posisi berbaring. Perubahan ortostatik pada ekskresi protein tampaknya tidak mempunyai kepentingan diagnosis dan prognosis. Proteinuria sering terjadi pada usia dewasa muda, jarang terdapat pada usia di atas 30 tahun.
Patofosiologi proteinuria ortostatik tidaklah diketahui. Walaupun biasanya prognosis proteinuria ortostatik baik, persisten (non-ortostatik) proteinuria berkembang pada segelintir orang.
Anamnesis secara lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari penyakit ginjal/sistemik yang menjadi penyebabnya.
Cara Mengukur Protein di Dalam Urin
Metode yang dipakai untuk mengukur proteinuria saat ini sangat bervariasi dan bermakna.Metode dipstik mendeteksi sebagian besar albumin dan memberikan hasil positif palsu bila pH >7,0 dan bila urin sangat pekat atau terkontaminasi darah.Urin yang sangat encer menutupi proteinuria pada pemeriksaan dipstik.Jika proteinuria yang tidak mengndung albumin dalam jumlah cukup banyak akan menjadi negatif palsu.Ini terutama sangat penting untuk menentukan proteinBence Jones pada urin pasien dengan multipelk mieloma.Tes untuk mengukur konsentrasi urin total secara benar seperti pada presipitasi dengan asam sulfosalisilat atau asam triklorasetat.Sekarang ini, dipstik yang sangat sensitif tersedia di pasaran dengan kemampuan mengukur mikroalbuminuria (30-300 mg/hari) dan merupakan petanda awal dari penyakit glomerulus yang terlihat untuk memprediksi jejas glomerulus pada nefropati diabetik dini.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung dari mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein.Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus, tetapi tidak memasuki urin.Muatan dan selektifitas dinding glomerulus mencegah transportasi albumin, globulin, dan protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus dinding glomerulus.Akan tetapi, jika sawar ini rusak, terdapat kebocoran protein plsama ke dalam urin (proteinuria glomerulus).Protein yang lebih kecil (100kDal) sementara foot processes dari epitel atau podosit akan memungkinkan lewatnya air dan solut kecil untuk transport melalui saluran yang sempit.Saluran ini ditutupi oleh anion glikoprotein yang kaya akan glutamat, asam partat, asam sialat yang bermuatan negatif pada pH fisiologis.Muatan negatif ini akan menghalangi transport molekul anion seperti albumin.
Hasil urinalisa (pemeriksaan urin) terhadap kumpulan urin sepanjang 24 jam pada seseorang akan memberikan hasil yang hampir sama dengan urin sepanjang 24 jam berikutnya. Namun meskipun pada hari yang sama, hasil pemeriksaan pada saat-saat tertentu akan memberikan hasil yang berbeda. Sebagai contoh, urin pagi berbeda dengan urin siang atau malam. Berbagai jenis sampel urin antara lain urin sewaktu, urin pagi, urin postprandial, urin 24 jam serta urin 3 gelas dan urin 2 gelas pada pria
1. Urin sewaktu
Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada suatu waktu yang tak ditentukan secara khusus. Urin ini dapat digunakan untuk berbagai macam pemeriksaan. Urin ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang mengikuti pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus.
2. Urin pagi
Urin pagi adalah urin yang dikeluarkan paling pagi setelah bangun tidur. Urin pagi lebih pekat daripada urin siang sehingga cocok untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein dll. Bagi kalangan kebidanan, urin pagi baik untuk pemeriksaan kehamilan berdasarkan adanya hormon human chorionic gonadotrophin (HCG) di dalam urin.
3. Urin postprandial
Urin postprandial adalah urin yang pertama kali dilepaskan 1,5-3 jam setelah makan.
Urin ini berguna untuk pemeriksaan glukosuria (adanya glukosa di dalam urin)
Urin 24 jam adalah urin yang dikumpulkan selama 24 jam, dengan cara:
a. Siapkan botol besar bersih bertutup (minimal 1,5 L) umumnya dilengkapi pengawet.
b. Jam 7 pagi urin dibuang.
c. Urin selanjutnya (termasuk jam 7 esok hari) ditampung dan dicampur.
Urin 24 jam diperlukan untuk pemeriksaan kuantitatif. Ada juga urin yang tak tak penuh 24 jam, misalnya urin siang 12 jam (jam 7 pagi
sampai dengan jam 7 malam) , urin malam 12 jam (jam 7 malam sampai dengan jam 7 pagi), urin 2 jam dll.
5. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas
Urin 3 gelas adalah urin yang ditampung sejumlah 3 gelas, dengan cara:
a. Beberapa jam sebelumnya penderita dilarang berkemih
b. Siapkan 3 gelas (sebaiknya gelas sedimen)
c. Penderita berkemih langsung ke dalam gelas tanpa henti
Gelas I diisi 20-30 ml pertama (berisi sel-sel uretra pars anterior dan prostatika)
Gelas II diisi volume berikutnya (berisi unsur-unsur dari kandung kemih)
Gelas III diisi volume terakhir (berisi unsur-unsur khusus dari uretra pars prostatika dan getah prostat)
Urin 2 gelas diperoleh dengan cara sama dengan urin 3 gelas, dengan 2 gelas saja, gelas pertama diisi 50-75 ml.Urin ini digunakan untuk menentukan letak radang atau lesi yang menghasilkan darah atau nanah pada urin seorang pria
ALAT DAN BAHAN
Alat :
• Tabung reaksi
• Centrifuge dan tabungnya
• Penjepit
• Lampu spiritus
• Pipet tetes
Bahan :
• Asam asetat 10%
• Natrium asetat
• Asam asetat glasial
• Aquadest
• Urine sewaktu
CARA KERJA
1. PEMANASAN DENGAN ASAM ASETAT
• Pembuatan reagen asam asetat 10%
• Tabung diisi dengan urin sebanyak ¾ nya
• Didihkan selama 1-2 menit
• Kekeruhan yang terjadi disebabkan oleh fosfat, karbonat atau albumin
• Tambahkan 3 tetes asam asetat 10% tetes demi tetes dalam keadaan mendidih, amati.
NO Pengamatan hasil Simbol
1 Tidak ada kekeruhan (-)
2 Kekeruhan sedikit sekali (±)
3 Kekeruhan sedikit (+) 10-50 mg %
4 Kekeruhan jelas (++) 50-200 mg %
5 Kekeruhan hebat (+++) 200-500 mg %
6 Kekeruhan menggumpal (++++) >500 mg %
2. PEMERIKSAAN SECARA BANG
• Pembuatan reagen
Natrium asetat 11,8 g dan asam asetat glacial dilarutkan dalam aquadest sampai volumenya 100 ml
• 5 ml urine ditambah 0,5 ml reagen bang, kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit, amati.
• Bila timbul kekeruhan berarti terdapat endapan protein.
HASIL :
Pembanding untuk pengamatan hasil uji:
Gambar. Pembanding diurut dari sebelah kanan yang berwarna bening kel 1 sampai 5.
1. METODA PEMANASAN DENGAN ASAM ASETAT
Gambar. Pembanding asam asetat dan urin tidak ada keruhan
2. PEMERIKSAAN SECARA BANG
Gambar. Pembanding reagen BANG dan urin tidak ada keruhan
PEMBAHASAN:
Fungsi ginjal merupakan membuang sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh dan mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh. Setiap saat, secara teratur, darah yang beredar di tubuh kita akan melewati ginjal untuk menjalani proses filtrasi di ginjal. Proses filtrasi tersebut akan menghasilkan urin yang membawa serta sisa metabolisme tubuh yang tidak diperlukan lagi. Sedangkan zat-zat yang berguna bagi tubuh, seperti protein, tidak terfiltrasi dan tidak keluar di urin.
Fungsi ginjal merupakan membuang sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh dan mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh. Setiap saat, secara teratur, darah yang beredar di tubuh kita akan melewati ginjal untuk menjalani proses filtrasi di ginjal. Proses filtrasi tersebut akan menghasilkan urin yang membawa serta sisa metabolisme tubuh yang tidak diperlukan lagi. Sedangkan zat-zat yang berguna bagi tubuh, seperti protein, tidak terfiltrasi dan tidak keluar di urin.
Proses metabolisme protein di dalam sistem
pencernaan akan menghasilkan asam amino yang kemudian ikut dalam peredaran
darah. Di dalam sel akan disintesa dan sebagai hasil akhir adalah asam urat.
Asam urat merupakan suatu zat racun jika ada di dalam tubuh maka hepar akan
dirombak sedikit demi sedikit menjadi urea dan dikeluarkan ginjal. Jika urine
mengandung protein biasanya berupa asam amino. Keadaan demikian merupakan
kelainan pada hepar ginjal.
Urine yang terdapat atau ditemukan protein
disebut proteinuria. Proteinuria ini ditandai dengan adanya kekeruhan setelah
diuji dengan suatu metode. Proteinuria ditentukan dengan berbagai cara yaitu:
asam sulfosalisilat, pemanasan dengan asam asetat, carik celup (hanya sensitif
terhadap albumin).
Pada prktikum ini kita melakukan dengan metode pemanasan asama asetat dan bang.
Pada metode pemanasan dengan asam asetat dan metode bang ini terbentuknya protein disebabkan sifat asam atau suasana asam.
Setelah diuji didapat hasil negatif yaitu dengan melihat ada atau tidak adanya kekeruhan. Berarti fungsi renal bekerja dengan baik dan tidak ada indikasi kelainan.
1. PEMANASAN DENGAN ASAM ASETAT
Hasil negatif, yaitu urine tidak mengalami kekeruhan atau berwarna kuning jernih. Artinya urine tidak mengandung protein.
2. PEMERIKSAAN SECARA BANG
Hasil negatif, sama dengan hasil uji pemanasan dengan asam asetat. Tidak terdapat kekeruhan, yaitu tidak terdapat protein dalam urine.
TUJUAN
Untuk menentukan adanya glukosa dalam urine.
PRINSIP
Dalam suasana alkali kuat, ditambah dengan pemanasan, gula-gula akan mereduksi ion cupri menjadi cupro dengan hasil terjadi CuOH yang bewarna kuning atau CuO yang bewarna merah, tergantung dari jumlah reduktor yang terdapat pada urine.
TINJAUAN PUSTAKA
v PROSES PEMBENTUKAN URIN
Definisi: Yaitu proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh.
Gambar 3. Proses pembentukan urin
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu :
1. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garm, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asm amino dan garam-garam.
2. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi yang dapat bersifat racun bagi tubuh.
3. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Dari kedua ginjal, urine dialirkan oleh pembuluh ureter ke kandung urine (vesika urinaria) kemudian melalui uretra, urine dikeluarkan dari tubuh.
v PENGELUARAN URINE
Proses jalannya pengeluaran urine dalam tubulus kolektivus yang berada dalam ren diteruskan oleh ureter menuju vessica urinaria menuju urethra dalam alat kelamin.
1. Pengeluaran urine diatur oleh hormone ADH (Anti Diuretika Hormone).
Bila air minum yang masuk banyak maka pengeluaran hormone ADH akan berkurang, sehingga urine yang dikeluarkan juga banyak. Hal ini terjadi karena penyerapan air terhadap hormone ADH sedikit.
2. Bila air minum yang masuk sedikit maka pengeluaran hormone ADH akan terpacu menjadi lebih banyak, sehingga urine yang dikeluarkan akan menjadi sedikit. Hal ini terjadi karena penyerapan air terhadap hormone ADH banyak.
v DALAM URINE MENGANDUNG ZAT-ZAT SEPERTI:
1. Air sebanyak 95 %
2. Urea, asam ureat dan ammonia
3. Zat warna empedu (Bilirubin dan Biliverdin)
4. Garam mineral, terutama NaCl (Natrium Chlorida)
5. Zat-zat bersifat racun seperti sisa obat dan hormon
v FUNGSI URINE
1. Untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.
2. sebagai penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat
v Glukosa
Terkadang orang menyebutnya gula anggur ataupun dekstrosa. Banyak dijumpai di alam, terutama pada buah-buahan, sayur-sayuran, madu, sirup jagung dan tetes tebu. Di dalam tubuh glukosa didapat dari hasil akhir pencemaan amilum, sukrosa, maltosa dan laktosa.
Glukosa darah merupakan bahan bakar utama yang akan diubah menjadi energi atau tenaga dan juga merupakan hasil yang paling besar (Baron, 1990). Sebagai sumber energi, glukosa ditranspor dari sirkulasi darah kedalam seluruh sel-sel tubuh untuk dimetabolisme. Sebagian glukosa yang ada dalam sel diubah menjadi energi melalui proses glikolisis dan sebagian lagi melalui proses glikogenesis diubah menjadi glikogen, dimana setiap saat dapat diubah kembali menjadi glukosa bila diperlukan. Kadar glukosa darah puasa normal sewaktu puasa adalah 80-90 mg/dL. Konsentrasi tersebut meningkat menjadi 120-140 mg/dL selama jam pertama atau lebih setelah makan dan normal dalam waktu 2 jam setelah absorpsi karbohidrat yang terakhir.
Jika kadar urine terlalu besar dalam darah maka akan dibuang melalui urine, padahal kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam).
Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
• Tabung reaksi
• Lampu spiritus
• Penjepit kayu
• Gelas ukur
• Pipet tetes
Bahan :
• CuSO4.5H2O
• Asam sitrat
• Na2CO3 anhidrat
• Aquadest
• Glucotest strip
• Urine sewaktu
CARA KERJA :
1. BENEDICT
• Pembuatan reagen
Larutkan 17,3 g CuSO4.5H2O dalam 100 ml aquadest, dengan pemanasan
larutkan 173 g natrium sitrat dan 100 g Na2CO3anhidrat dalam 600 ml aquadest, panaskan kemudian saring
perlahan-lahan dengan adukan yang konstan tambahkan larutan sitrat karbonat. Bersihkan seluruh CuSO4 dengan aquadest dan tambahkan aquadest hingga mencapai volume 1000 ml
• masukkan 2,5 ml reagen benedict kedalam tabung reaksi
• tambaahkan 0,25 ml (4 tetes) urine dan campurkan
• letakkan dalam penangas air mendidih selama 2-3 menit
• angkat dan langsung baca
No. Warna yang terjadi simbol Jumlah glukosa
yang terkandung dalam urin
1 Biru tidak ada endapan (-) 0,0 – 0,1 g/dl
2 Hijau dengan endapan kuning (+) 0,5 – 1,0 g/dl
3 Kuning (++) 1,0 – 1,5 g/dl
4 Orange (+++) 1,5 – 2,5 g/dl
5 Merah (++++) 2,5 – 4,0 g/dl
2. Glucotest strip
• celupkan strip ke dalam urin selama 30 detik
• baca hasil tersebut dengan membandingkan warna yang didapat dengan warna standard
HASIL :
Gambar. Pembanding Benedict (di urit dari warna biru bening kel 1-5 )
1. METODA BENEDICT
Gambar. Pembanding reagen Benedict dan urin tidak terjadi endapan
2. GLUCOTEST STRIP
Gambar. glucotest strip dan warna pembandingnya
Pada dua metode ini, sampel urine tidak menunjukkan gejala glukosuria. Dan urine sampel ini normal.
PEMBAHASAN :
Di dalam darah kadang terdapat jumlah glukosa yang berlebihan karena kerja hormon insulin yang tidak sempurna yang disebut dengan diabetes melitus. Keadaan demikian maka ginjal tidak bisa mempertahankan kadar glukosa tersebut. Ginjal meloloskan masuk kedalam tubulus ginjal sehingga urine yang dihasilkan akan mengandung gula.
Hal tersebutlah yang menyebabkan glukosuria. Glukosuria atau glikosuria adalah ekskresi glukosa ke dalam urin. Seharusnya air seni tidak mengandung glukosa, karena ginjal akan menyerap glukosa hasil filtrasi kembali ke dalam sirkulasi darah. Hampir dapat dipastikan bahwa penyebab glikosuria adalah simtoma hiperglisemia yang tidak mendapatkan perawatan dengan baik, walaupun gangguan instrinsik pada ginjal kadang-kadang juga dapat menginduksi glikosuria. Simtoma ini disebut glikosuria renal dan sangat jarang terjadi.
Glikosuria akan menyebabkan dehidrasi karena air akan terekskresi dalam jumlah banyak ke dalam air seni melalui proses yang disebut diuresis osmosis.
Metode pemeriksaan glukosa urin yang berdasarkan reaksi reduksi banyak macamnya, tetapi metode benedict dengan menggunakan reagen kuprisulfat yang sampai saat ini masih banyak dipakai di laboratorium sederhana untuk memeriksa glukosa urin.
Cu2O + zat (oks)àCuSO4 + zat (red)
Hasil pemeriksaan bersifat kualitatif sehingga hanya digunakan untuk pemeriksaan penyaring saja. Yang hanya bisa dinilai hanyalah dari segi warna dan adanya endapan glukosa atau tidak.
Pada hasil praktikum uji glukosa pada urine ini, tidak menunjukkan gejala atau terdapat nya glukosa pada urine sampel. Hal ini menandakan urine sampel bersifat normal. Dan glukosa dalam darah tidak berlebih hingga tidak masuk atau di loloskan ke dalam urine.
• Penggunaan obat-obatan tertentu
• Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
• Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah.
• Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Sekresi insulin menurun karena proses penuaan.
KESIMPULAN :
1. Metoda Benedict
Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh warna yang terjadi saat benedict ditetesi urin dan dipanaskan adalah berwarna biru kehijauan serta tidak didapatkan endapan atau sampel jernih. Ini berarti urin tersebut tidak mengandung glukosa.
2. Metoda glucotest strip
Bedasarkan percobaan yang dilakukan didapatkan warna strip biru setelah dicelupkan ke dalam urin. Strip tersebut lalu dilihat pada parameter indikator. Warna yang terbentuk menunjukkan angka 0 (normal), ini berarti urin tersebut tidak mengandung glukosa.
Baron, D.N, 1990, Patologi Klinik, Ed IV, Terj. Andrianto P dan Gunakan J, Penerbit EGC, Jakarta.
Depkes, 1991, Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas,Jakarta,Depkes
Guyton, A.C, 1983, Buku Teks Fisiologi Kedokteran, edisi V, bagian 2, terjemahan Adji Dharma et al.,E.G.C., Jakarta.
Poedjiadi, Supriyanti, 2007, Dasr-Dasar Biokimia, Bandung, UI Press
Toha, 2001, Biokimia, Metabolisme Biomolekul, Bandung, Alfabeta
Posting Komentar